Nuffnang Ads

SAJIAN KAMI

BERITA-BERITA KASUS JENAYAH SEKSUAL DAN BERITA-BERITA SEMASA..

Khamis, 28 Julai 2011

Budaya: Ngikis Pagari Diri dari Nafsu Jahat Jelang Puasa

MENJELANG bulan ramadhan, warga di Desa Karangkamulyan, Kecamatan Cijeungjing Kabupaten Ciamis, menggelar upacara adat Ngikis. Puncak kegiatan berupa pemasangan pagar bambu di sekitar lokasi.



CIAMIS - Tidak kurang dari seribu warga tatar Galuh mengikuti upacara tradisi Ngikis di kawasan Situs Budaya Ciungwanara, Karangkamulyan, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis. Ritual utama Ngikis yang berlangsung Kamis (28/7) adalah mengganti pagar bambu dilokasi pancalikan, yang dipercaya sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Galuh purba, dilanjutkan dengan makan bersama secara lesehan.

Ngikis tahun ini terasa lebih istimewa dibandingkan sebelumnya. Hal itu berkenaan dengan hadrinya sejumlah pemuka adat Kuta dan Kabupaten Bogor. Dengan mengenakan pakaian warna putih dipadu dengan tutup kepala, mereka ikut langsung memasang pagar bambu. Pagar bambu yang sudah mulai rusak tersebut diganti setiap tahun bersamaan dengan apacara Ngikis. Ngikis sendiri secara harfiahnya adalah memagar.

Bambu yang dipernunakan untuk memegari pancalikan, tidak hanya diambil dari wilayah situs saja, akan tetapi juga diperoleh dari beberapa desa yang ada di sekitar Karangkamulyan. Warga beberapa desa yang ada di sekitar Karangkamulyan membawa bambu. Setelah bambu terkumpul, secara bergotongroyong, mereka membuat pagar untuk memagari pancalikan.

Sebagai ucapan syukur tuntasnya pembuatan bambu dilanjutkan dengan kegiatan makan bersama secara lesehan. Makanan tersebut dibawa dari rumah masing-masing.
Sebelum makan bersama, sesepuh situs Karangkamulyan, Endan yang sudah 33 tahun menjadi juru kunci, membacakan sejarah kegiatan Ngikis, termasuk relefansinya pada saat ini.

Disebutkan bahwa Ngikis pada awalnya hanya sebatas fisik berupa mengganti pagar bambu di lokasi pancalikan yang sebelumnya merupakan singgasana Prabu Galkuh Ratu Pusaka Prabu Adi Mulia Sang Hyang Cipta Permana Adikusuma. Akan tetapi seiring dengan perubahan jaman, Ngikis tidak hanya sebatas mengganti pagar, tetapi terkandung maksud tersirat memagari diri dari hal yang tidak baik.

''Secara tersirat Ngikis juga berarti memagari dari nafsu jahat atau tidak baik, seperti sombong, iri dengki, rakus. Hal tersebut sekaligus sebagai bekal memasuki bulan suci Ramadhan, yang harus suci lahir maupun batin. Itu sebenarnya yang penting,'' tuturnya.

Usai pembacaan sejarah, dilanjutkan dengan makan bersama. Warga yang sudah menggelar makanan diatas tikar, langsung menyerbu bekal makanan yang dibawanya. Tidak sedikit di antara mereka atau keluarga yang saling menukar makanan. Misalnya ada yang saling mencicipi sambal, ikan asin, maupun nasi lewet.

''Hampir setiap tahun saya ikut Ngikis, rasanya kurang afdol menjelang puasa tidak terlibat acara ini. Sebenarnya sih yang penting dapat saling silaturahmi dengan sesama keluarga maupun kerabat lainnya,'' ungkap Ny. Jubaedah warga Sumur Bandung, Karangkamulyan.

Dia datang bersama dengan anak dan cucunya. Makanan yang dibawa, lanjutnya, setiap tahun hampir sama, yaitu nasi tumpeng lengkap. ''Rasanya nikmat sekali makan lesehan di sini. Apalagi cuaca cerah dan teduh di bawah rimbunan pohon,'' tambahnya.

Meskipun demikian warga juga harus waspada, sebab di sekitar tempat tersebut terdapat ratusan monyet ekor panjang. Binatang primata itu sesekali mendekati makanan, jika pemilknya lengah dengan sigap monyet tersebut membawa kabur makanan yang ada.

Selain pancalikan, lokasi lain yang banyak didatangi warga saat Ngikis adalah patimuan, yaitu tempat pertemuan antara Sungai Cimuntur dengan Sungai Citanduy. Kemudian Cikahuripan yang jaraknya sekitar 500 meter dari pancalikan. Tempat tersebut berupa sumur kuno yang tidak pernah kering.

PENCARIAN DIBLOG INI

Arkib Blog

Anda juga perlu baca

Related Posts with Thumbnails

Pengikut

Test for your internet speed

Ads

Catatan Popular