Kakak-beradik, Lisa (kanan) dan Markus, menangis pilu usai menemukan jenazah ibu mereka, Aminar (40), yang tersapu gelombang tsunami di Pagai Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Jumat (29/10/2010). Lebih dari sekitar 100 warga dilaporkan hilang. Jenazah yang berhasil ditemukan dikuburkan secara massal di lokasi tersebut.
PADANG, KOMPAS.com - Anak-anak pengungsi korban bencana gempa 7,2 SR dan gelombang tsunami memasuki hari ke empat makin terlihat trauma dialami.
"Anak-anak kami sangat trauma dan takut sekali untuk melihat ke laut, karena mengingat peristiwa yang terjadi pada Senin (25/10) malam," kata petugas Posko Tanggap Darurat di Kecamatan Sikakap, Mentawai, Arnalia, Jumat (29/10/2010) malam.
Gempa 7,2 SR diikuti tsunami melanda Kabupaten Kepulauan Mentawai dan sejumlah wilayah lainnya di Sumbar pada Senin malam, telah menimbulkan korban meninggal ditemukan 408 orang.
Selain itu, yang hingga Jumat malam masih dinyatakan hilang tercatat 303 orang, luka berat sebanyak 270 orang dan luka ringan 142 orang.
"Anak-anak di pengungsian terlihat trauma berat, bahkan ada yang sewaktu-waktu menjerik-jerit tanpa ada penyebabnya," katanya.
Kondisi itu, terjadi bukan saja bagi anak-anak yang masih berada di pengungsian dekat perkampungannya, tetapi juga dialami korban gempa dan tsunami yang sudah dievakuasi ke posko kesehatan di Sikakap.
Kini korban yang mengalami luka-luka sudah dievakuasi di Puskesmas dan Gereja yang ada di Sikakap - posko utama tanggap darurat - bencana gempa dan tsunami Mentawai.
Traumatik, kata perempuan tiga anak itu, tak hanya dialami bagi anak-anak, tetapi ada korban dewasa dan kaum ibu-ibu yang sempat pingsan.
Ibu-ibu ini histeris dan pingsan sampai hari keempat pasca gempa dan tsunami itu, karena tak kuasa ditinggal anak dan suaminya yang meninggal akibat gelombang tsunami tersebut.
Bukan saja anak-anak yang mengalami langsung kejadian itu, tetapi ikut dialami anak-anak yang hanya merasakan guncangan gempa saja.
Arnelia menuturkan, dirinya ketika gempa pertama terjadi tak menyadari hal tersebut.
"Setelah tahu ada gempa, hanya berselang beberapa menit kami langsung melarikan diri ke perbukitan bersama anggota keluarga. Kebetulan tempat latihan tak jauh dari rumah," tuturnya.
Korban bencana yang sudah dievakuasi ke rumah sakit dan geraja itu, banyak mengalami patah kaki, tangan dan terkena material kayu-kayu saat bencana terjadi.
Kebutuhan yang mendesak bagi korban gempa di pengungsian, katanya, tenda, obat-obatan, selimut dan pakaian belita, pakaian dalam wanita serta makanan bayi.
"Bantuan logistik memang sudah ada yang masuk, tetapi masih belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan para pengungsi dan korban bencana tsunami," katanya.