Sumiati, tenaga kerja Indonesia yang disiksa oleh majikannya di Arab Saudi, kini dirawat di sebuah rumah sakit di Madinah. Sumiati diperkirakan akan berada di rumah sakit selama dua minggu.
KOMPAS.com - Pembenahan pelayanan penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia sebenarnya tidaklah sesulit menegakkan benang basah. Semuanya berawal dari kemauan dan niat baik pemerintah.
Sepanjang pemerintah mampu melaksanakan fungsi pengawasan dan penegakan hukum, Indonesia pasti mampu mengirim pekerja berkualitas. Bukan malah menghamba kepada negara penempatan demi mengejar remintasi TKI yang diprediksi Bank Dunia mencapai 7,1 miliar dollar AS tahun 2010.
Mungkin penjajahan terlalu lama memengaruhi rasa percaya diri bangsa dalam pergaulan internasional. Indonesia seakan menjadi pihak paling membutuhkan dalam penempatan pekerja rumah tangga (PRT) di negara tujuan. Akibatnya, agen pekerja di negara tujuan seenaknya menetapkan gaji dengan dalih PRT asal Indonesia tidak kompeten dan segudang alasan lain.
Pelanggaran hak asasi terhadap TKI terus terjadi. Lemahnya pengawasan di negara penempatan membuat kasus kekerasan baru muncul setelah berakibat fatal. Pemerintah seperti gagal melindungi TKI di negara penempatan.
Sedikitnya 6 juta TKI bekerja di luar negeri, dengan hampir 80 persen menjadi PRT. Keahlian terbatas dan pendidikan rendah membuat mereka hanya dapat memasuki pasar kerja sektor domestik yang informal. Mereka bergaji rendah, jam kerja tak terbatas, kondisi kerja rentan pelecehan dan penganiayaan, serta terisolasi dari dunia di luar rumah pengguna jasa.
Penganiayaan majikan atas Sumiati binti Salan Mustapa (23), TKI asal Dompu, Nusa Tenggara Barat, yang baru diketahui begitu dia dirujuk ke Rumah Sakit Raja Fahd di Madinah, Arab Saudi, sungguh mengecewakan.