Bangkai hewan ternak di Dusun Bronggang, Desa Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, DI Yogyakarta, yang luluh lantak akibat letusan Gunung Merapi.YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Hampir sebulan sejak erupsi pertama Gunung Merapi, ribuan bangkai ternak mati di sekeliling wilayah lereng Merapi masih belum dimusnahkan. Hal ini berpotensi menjadi masalah baru mengingat bangkai-bangkai membusuk itu akan membawa berbagai penyakit jika tak segera tertangani.
"Baru sekitar 10 persen ternak yang mati, khususnya sapi, yang sudah dimusnahkan. Yang sudah dimusnahkan pun tidak menggunakan prosedur yang ideal," kata Kepala Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Menular Yogyakarta Maryadi Broto Suwandi dalam jumpa pers di Yogyakarta, Rabu (24/11/2010).
Berdasarkan catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), jumlah total ternak yang mati terkena erupsi Merapi mencapai 2.394 ekor. Selain penanganan yang belum terkoordinasi dengan baik, Maryadi menambahkan, terbatasnya tenaga dan peralatan juga menjadi masalah.
Untuk mengoordinasi dan mengefektifkan kerja evakuasi dan pemusnahan bangkai ternak, BNPB membentuk tim kerja sejak Senin (22/11/2010) yang diketuai Dinas Pertanian Provinsi DIY.
Maryadi mengatakan, pihaknya akan mengusulkan penanganan bangkai dengan metode penyemprotan disinfektan kemudian dibakar, baru terakhir diberikan probiotik agar sisa bangkai bisa menjadi pupuk. Selama ini, penanganan bangkai dilakukan menggunakan salah satu dari tiga metode itu saja.
"Salah satu potensi bahaya jika bangkai-bangkai dibiarkan tak tertangani adalah pencemaran yang bisa masuk ke sungai atau sumber air warga yang dampaknya bisa menyebabkan penyakit diare. Kalau masuk ke sungai, pencemaran bisa terbawa ke hilir dan menyebabkan penyakit bagi warga yang menggunakan airnya," kata Maryadi.
