TUNGGU BANTUAN: Para pengungsi di Desa Tumalei, Kepulauan Metawai, menunggu bantuan yang belum mereka terima sampai enam hari pasca bencana tsunami, kemarin.
SIKAKAP-Tersendatnya distribusi bantuan untuk korban gempa Mentawai mulai memunculkan problem. Sejumlah relawan dan tim SAR yang berupaya menjangkau lokasi-lokasi terpencil di pesisir Selatan Pulau Pagai disambut amarah korban tsunami. Warga di Surat Aban bahkan menyambut tim relawan dengan parang dan sempat emosional hingga hampir beradu fisik.
“Kami paham dengan kondisi warga, karena itu kami tidak mempersoalkan hal itu,” ujar Johny salah seorang relawan tim SAR Padang ketika ditemui di Pulau Sikakap kemarin (31/10)
Hal itu disebabkan terlambatnya distribusi bantuan yang kini menumpuk di Sikakap, titik utama penyimpanan logistik korban tsunami Mentawai. Hampir sepekan setelah diguncang gempa dan diterjang tsunami, cukup banyak titik-titik dengan kerusakan terparah di Kepulauan Mentawai yang belum tersentuh bantuan.
Bupati Mentawai Edison Seleleubaja mengatakan bantuan logistik dan ratusan relawan masih tertahan di posko bencana di Kecamatan Sikakap, Pagai Utara. Padahal di Kepulauan Mentawai, selain Pagai Utara, masih ada tiga kelompok utama pulau berpenghuni lainnya, yakni Siberut, Sipora, dan Pagai Selatan.
Menurut Edison, bantuan tidak bisa dikirim karena tak ada alat transportasi yang bisa menembus wilayah terparah itu. Bahkan lima kapal perang milik TNI Angkatan Laut pembawa bantuan pun tak bisa merapat. “Tidak ada tempat pendaratan. Jadi kapal TNI AL terpaksa kembali lagi.”
Menurut Edison, pengiriman bantuan kian sulit karena dalam beberapa hari terakhir Mentawai pun dilanda hujan deras dan angin kencang. Gelombang air laut lebih tinggi dari biasanya.
Ketua DPRD Mentawai Henri Dori Satoko mengatakan, petugas dan relawan memerlukan lebih banyak perahu motor cepat (speedboat) untuk menyebarkan bantuan ke seluruh pelosok Mentawai. Perahu dan kapal berukuran kecil lebih efektif ketimbang kapal besar. Soalnya, selain melalui laut, jalur transportasi di Mentawai melalui banyak sungai dan laut.
Kepala Dusun Muntei, Pagai Utara, Jersanius Samalouisa, mengatakan sebagian warga Mentawai yang tinggal di dusun-dusun sebenarnya tidak awam tentang bahaya tsunami.
Bahkan informasi seputar prediksi para ahli tentang gempa besar yang sering terjadi di kepulauan itu sudah tersampaikan dengan baik. “Namun, kejadian kali ini datang tiba-tiba dan terjadi di malam hari ketika banyak orang sedang beristirahat di rumah.”
Warga Siberut Selatan, Siberut Utara, dan Pagai Utara, misalnya, telah membangun tempat pengungsian di puncak bukit. Untuk mempermudah penyelamatan diri, jalan menuju puncak bukit bahkan sudah disemen dan disosialisasikan sebagai jalur evakuasi.